KARYAWAN KUA “HONOR DIPA” , PELAYANAN GARDA TERDEPAN KEMENTERIAN AGAMA
Pena : Akh. Maemun, S.Kom.
Terciptanya keluarga yang sakinah merupakan cita-cita utama bagi setiap keluarga,
yang dengan atas niat baiknya untuk melepas masa lajang dengan mempersunting gadis
pujaan ataupun yang atas dasar karena dipertemukan oleh Allah semata, sehingga
membentuk sebuah keluarga yang entah akan dibawa kemana nantinya. Membina keluarga
tidaklah semudah membalik telapak tangan, tidak hanya dengan teori saja keluarga
sakinah bisa dibentuk, tapi mesti dilakukan dengan langkah nyata yang dapat
menyeimbangkan pemahaman antara suami, istri, anak, dan keluarga terdekat
lainnya yang pengaruhnya bisa saja memberikan dampak negatif, sehingga
membentuk benih-benih perpecahan atau ketidak harmonisan.
Membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah, mesti ditata dengan seksama, dengan memperhatikan segala aspek yang dibutuhkan, seperti aspek legalitas, keabsahan status suami, istri dan anak yang jelas, yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara hukum agama dan negara, sehingga tercipta moralitas yang selaras searah dengan apa yang diharapkan atas dasar tuntunan dan tatanan yang dicontohkan oleh Nabi Penghulu zaman, yaitu Muhammad SAW.
Kesalahpahaman yang sering terjadi dalam sebuah keluarga merupakan cikal-bakal yang dapat membentuk gunung berapi berlahar panas, yang kapanpun bisa saja meledak menyemburkan segala material emosional, yang selama ini dipendam rapat demi menjaga keutuhan sebuah keluarga. Ketidakharmonisan tidak sedikit membakar hangus keluarga-keluarga saudara kita, atas dasar egoisme diri sebuah jalinan keluarga dihancurkan, membentuk keluarga bahagia yang sejak pertama dicita-citakan hanya menjadi mimpi buruk belaka. Musyawarah, mengalah untuk memahami, mengetengahkan orang bijak, menguasai emosi, menahan diri, memikirkan kemaslahatan bersama, atau untuk mencari ridho illahi, setidak-tidaknya itulah yang mesti kita tafakuri sebagai jalan keluar yang terbaik, sehingga kesalahpahaman akan bisa dipadamkan sebelum membentuk neraka yang apinya membakar hancur keluarga kita.
BERSABAR MENDAPATKAN KEBAIKAN YANG BANYAK
Tujuan dari pernikahan disamping untuk mendapatkan keturunan dan menjaga dari yang haram, juga memiliki makna terdalam yaitu untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang diantara kedua pasangan, begitulah syariat islam mengajarkan mengapa kita mesti melakukan pernikahan, hal ini tentunya bukanlah suatu perintah yang tidak memiliki alasan, dengan tujuan yang begitu mulia sehingga kedua pasangan bisa terjalin dalam satu cinta yang utuh dalam ridho dan naungan Allah SWT.
Islam mendorong kepada umatnya untuk melaksanakan dan menegakkan jalinan pernikahan yang ideal, penuh cinta, kasih sayang, kehangatan, dan saling menghargai, serta mempertahankannya semampu mungkin dengan saling memahami dan mengoreksi diri bahwa pada dasarnya setiap pasangan yang sudah kita nyatakan sebagai pilihan mesti kita sadari benar tentang kelebihan dan kekurangannya, seingga tidaklah menjadi suatu penyesalan dan kekecewaan. Disinilah kearifan, kedewasaan, dan kebijaksanaan waktunya kita terapkan, hal ini guna mendapatkan solusi atau jalan keluar yang adil dan diridhoi oleh Allah SWT, bukan karena hawa nafsu atau dorongan dari pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Apa yang dicita-citakan, apa yang diharapkan oleh pasangan suami istri terkadang tidak dapat diwujudkan, sehingga rumah tangga yang dibina karam begitu saja diamuk gelombang kehidupan, permasalahan demi permasalahan masuk ke dalam kehidupan mereka, cinta mereka begitu keruh, kasih sayang mereka terasa dingin, sungguh mengkhawatirkan ketika sebuah mahligai pernikahan berada diujung tanduk. Pilihan sulit yang tidak terbayangkan sebelumnya dengan cara memaksakan talak tanpa ada sebab syar’i yang mengharuskannya, tetapi disyariatkan juga untuk menolak sesuatu yang jauh lebih sulit, lebih berbahaya bagi suami istri apabila keduanya tetap hidup bersama.
Apabila tujuan mulia dari pernikahan sudah tidak lagi mengemban amanat risalah yang agung dan sudah rusak, maka keberadaan sebuah penikahan sudah menjadi suatu kezaliman dan kesia-sian, kedua belah pihak antara suami dan istri memaksakan pertalian pernikahan dalam suasana kebencian, saling berjauhan, dan menganggap remeh hak dan kewajiban antara keduanya, maka talak adalah pilihan syar’i yang terbaik dan paling sedikit risikonya.
Jika lebih sabar lagi dalam menghadapi riuhnya biduk rumah tangga, dan masih tetap saling menghargai antara sesama, maka Allah akan memberikan kepada keduanya kebaikan yang banyak. “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (An-Nisa’: 19)
Bersambung .................
Membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah, mesti ditata dengan seksama, dengan memperhatikan segala aspek yang dibutuhkan, seperti aspek legalitas, keabsahan status suami, istri dan anak yang jelas, yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara hukum agama dan negara, sehingga tercipta moralitas yang selaras searah dengan apa yang diharapkan atas dasar tuntunan dan tatanan yang dicontohkan oleh Nabi Penghulu zaman, yaitu Muhammad SAW.
Kesalahpahaman yang sering terjadi dalam sebuah keluarga merupakan cikal-bakal yang dapat membentuk gunung berapi berlahar panas, yang kapanpun bisa saja meledak menyemburkan segala material emosional, yang selama ini dipendam rapat demi menjaga keutuhan sebuah keluarga. Ketidakharmonisan tidak sedikit membakar hangus keluarga-keluarga saudara kita, atas dasar egoisme diri sebuah jalinan keluarga dihancurkan, membentuk keluarga bahagia yang sejak pertama dicita-citakan hanya menjadi mimpi buruk belaka. Musyawarah, mengalah untuk memahami, mengetengahkan orang bijak, menguasai emosi, menahan diri, memikirkan kemaslahatan bersama, atau untuk mencari ridho illahi, setidak-tidaknya itulah yang mesti kita tafakuri sebagai jalan keluar yang terbaik, sehingga kesalahpahaman akan bisa dipadamkan sebelum membentuk neraka yang apinya membakar hancur keluarga kita.
BERSABAR MENDAPATKAN KEBAIKAN YANG BANYAK
Tujuan dari pernikahan disamping untuk mendapatkan keturunan dan menjaga dari yang haram, juga memiliki makna terdalam yaitu untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang diantara kedua pasangan, begitulah syariat islam mengajarkan mengapa kita mesti melakukan pernikahan, hal ini tentunya bukanlah suatu perintah yang tidak memiliki alasan, dengan tujuan yang begitu mulia sehingga kedua pasangan bisa terjalin dalam satu cinta yang utuh dalam ridho dan naungan Allah SWT.
Islam mendorong kepada umatnya untuk melaksanakan dan menegakkan jalinan pernikahan yang ideal, penuh cinta, kasih sayang, kehangatan, dan saling menghargai, serta mempertahankannya semampu mungkin dengan saling memahami dan mengoreksi diri bahwa pada dasarnya setiap pasangan yang sudah kita nyatakan sebagai pilihan mesti kita sadari benar tentang kelebihan dan kekurangannya, seingga tidaklah menjadi suatu penyesalan dan kekecewaan. Disinilah kearifan, kedewasaan, dan kebijaksanaan waktunya kita terapkan, hal ini guna mendapatkan solusi atau jalan keluar yang adil dan diridhoi oleh Allah SWT, bukan karena hawa nafsu atau dorongan dari pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Apa yang dicita-citakan, apa yang diharapkan oleh pasangan suami istri terkadang tidak dapat diwujudkan, sehingga rumah tangga yang dibina karam begitu saja diamuk gelombang kehidupan, permasalahan demi permasalahan masuk ke dalam kehidupan mereka, cinta mereka begitu keruh, kasih sayang mereka terasa dingin, sungguh mengkhawatirkan ketika sebuah mahligai pernikahan berada diujung tanduk. Pilihan sulit yang tidak terbayangkan sebelumnya dengan cara memaksakan talak tanpa ada sebab syar’i yang mengharuskannya, tetapi disyariatkan juga untuk menolak sesuatu yang jauh lebih sulit, lebih berbahaya bagi suami istri apabila keduanya tetap hidup bersama.
Apabila tujuan mulia dari pernikahan sudah tidak lagi mengemban amanat risalah yang agung dan sudah rusak, maka keberadaan sebuah penikahan sudah menjadi suatu kezaliman dan kesia-sian, kedua belah pihak antara suami dan istri memaksakan pertalian pernikahan dalam suasana kebencian, saling berjauhan, dan menganggap remeh hak dan kewajiban antara keduanya, maka talak adalah pilihan syar’i yang terbaik dan paling sedikit risikonya.
Jika lebih sabar lagi dalam menghadapi riuhnya biduk rumah tangga, dan masih tetap saling menghargai antara sesama, maka Allah akan memberikan kepada keduanya kebaikan yang banyak. “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (An-Nisa’: 19)
Bersambung .................